Menghidupi Nilai-nilai Persaudaraan dalam Pandangan Konstitusi Saudara Dina Kapusin di Era Digital

Credit: Kompasiana - Agustinus Ependi

Abstrak:

St.Fransiskus dari Assisi dalam menghidupi dan membentuk persaudaraannya melalui ilham dari Allah yang berpedoman pada Injil Kristus, sehingga menghantar semua saudara fransiskan khususnya kapusin untuk lebih mendalami arti dan makna persaudaraan itu sendiri. Semuanya adalah saudara. Oleh sebab itu, setiap manusia mesti menyadari bahwa dia selalu bersaudara dengan yang lain, termasuk juga dengan alam semesta ini. Untuk memaknai hidup bersaudara, sikap dasar dan cara bertindak ialah dengan saling melayani, saling mengasihi di dalam Kristus dalam kesatuan dengan Gereja, dan menjadi tanda unggul dalam hidup moral. Dalam pandangan Konstitusi Saudara Dina Kapusin 2013, hidup bersaudara merupakan identitas utama bagi semua saudara kapusin. Pada dasarnya, semua orang adalah sama di hadapan Tuhan. Setiap saudara harus menyadari bahwa hidupnya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi harus saling berbagi kepada sesamanya yang lain. Persaudaraan akan menjadi lebih berarti dan bermakna jika diaktualisasikan dalam tindakan saling tolong-menolong, saling melayani, saling berbagi, dan saling mengasihi sebagai saudara. Persaudaraan juga mesti dipahami dengan cara berpikir, berefleksi, dan dalam bertindak. Setiap saudara kapusin mesti saling menerima di dalam suka dan duka, serta kelebihan dan kekurangan yang ada di dalam diri setiap saudara, dengan meneladani spirit dan teladan hidup bapak serafik St. Fransiskus dari Assisi sendiri.

Kata Kunci: Nilai, Persaudaraan, Berkarya Bersama, Teladan Hidup, Konstitusi Kapusin 2013.

Pendahuluan

Di Indonesia, ada salah satu fakta kejadian yang terjadi pada beberapa tahun sebelumnya, yang menandakan bahwa manusia mengalami krisis kemanusiaan serta menganggap sesamanya sebagai ancaman yakni kasus pembunuhan seorang gadis cilik yang bernama Angelina.[1] Manusia tertentu menganggap bahwa sesamanya adalah sebagai suatu saingan atau ancaman. Hal tersebut menandakan bahwa manusia sudah kehilangan rasa kepercayaan kepada sesama dan Tuhannya. Dia sendiri bahkan lupa bahwa dirinya bersaudara dengan yang lain (sesamanya) karena berasal dari makhluk ciptaan yang sama yaitu ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.[2]

Dari fakta krisis kemanusiaan di atas, tampaknya manusia sudah kehilangan rasa persaudaraan. Dalam relasinya dengan yang lain, manusia cenderung untuk memperhatikan dirinya sendiri. Sikap tersebut, sebenarnya menunjukkan bahwa, setiap manusia berusaha untuk mempertahankan hidupnya dan tidak mempedulikan sesamanya. Fenomena yang terjadi demikian seakan mempertegas pendapat Thomas Hobbes,[3] tentang manusia dalam ungkapannya "Homo homini lupus" (manusia adalah serigala bagi sesamanya). Hal itu bertolak belakang dengan aktualisasi hidup manusia yang pada dasarnya ialah bersaudara dan secitra dengan Allah.

Pada dasarnya, untuk sampai kepada kedamaian dan kebahagiaan, manusia harus hidup berdampingan dengan mengutamakan toleransi yang tinggi, menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kebenaran dan kebaikan itu. Hal tersebut sangat penting, karena mengingat bahwa manusia bukan hidup untuk dirinya sendiri, melainkan ada bersama dengan yang lain yaitu saling hidup bersaudara satu sama lain di dalam kasih Tuhan.[4]

Konsep persaudaraan dengan semua dan dalam semua, diinternalisasikan oleh Fransiskus dalam hidup dan karya-karyanya yaitu dengan menerima semua orang, baik miskin, kaya dan perantau sebagai saudaranya. Persaudaraan dengan semua dan dalam semua itu jugalah yang mengakar dalam Ordo Kapusin yang merupakan salah satu pengikut semangat hidup St. Fransiskus, dengan melaksanakan Anggaran Dasar St. Fransiskus secara utuh. Dalam Ordo Kapusin, perihal hidup bersaudara ditemukan dalam Konstitusi yang menjadi pedoman dan arahan hidup bersaudara. Konsep persaudaraan dalam Konstitusi inilah yang menjadi dasar utama tujuan, penghayatan, pengertian, dan cakupan hidup bersaudara seturut Konstitusi Saudara Dina Kapusin 2013 (Kons. Cap. 2013).

Dasar Hidup Persaudaraan Kapusin

Tokoh spiritual terkenal yang menjunjung tinggi nilai hidup bersaudara ialah Santo Fransiskus dari Assisi.[5] Dia seorang tokoh pertama bagi fransiskan yang dengan penuh semangat menjunjung tinggi nilai hidup persaudaraan, terkhusus juga bagi saudara kapusin. Menurut St. Fransiskus, persaudaraan bukan hanya dipahami bersaudara hanya kepada sesama saja, melainkan lebih dari itu yakni menganggap seluruh isi bumi (alam semesta) sebagai saudara. Ada pun beberapa dasar hidup persaudaraan kapusin, antara lain sebagai berikut:

Berdasarkan Ilham Ilahi seturut Injil Kristus

Persaudaraan bagi Fransiskus berasal dari ilham Ilahi dan seturut Injil Kristus, di sinilah dia memulai cara hidup persaudaraannya.[6] Fransiskus, Bernardinus dari Quintavalle dan Petrus Catani[7] di gereja St. Nikolaus, tiga kali membuka Injil yang merupakan bukti otentik bahwa Fransiskus diarahkan oleh Roh Kudus supaya hidup sesuai Injil dan ilham Ilahi. Fransiskus dalam membentuk persaudaraannya, meyakini bahwa sebagaimana Yesus membentuk komunitas Apostolik-Nya dengan para rasul, begitu juga dia meneladani semangat Yesus untuk membentuk persaudaraan dalam komunitas nya tersebut.[8]
 

Melalui hal seperti itulah Allah menyatakan kasih-Nya di tengah-tengah kita. Dengan saling mencintai dan mengasihi merupakan gambaran konkret hidup orang-orang yang berikan kepada Yesus Kristus. Yesus adalah teladan paling utama cinta yang sempurna dalam hidup. Dia menyelamatkan semua manusia dengan mengurbankan jiwa dan raga-Nya di salib. Melalui peristiwa salib sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya, Dia mengungkapkan Cinta sejati Allah yang sebenarnya, yang kemudian tinggal dan hidup di dalam hati seluruh orang beriman. Di dalam kebesaran cinta-Nya, Yesus menyebut para murid-Nya sahabat, saudara-Nya sendiri, dan dengan demikian Dia mengharapkan agar para murid untuk hidup saling mencintai sebagai satu saudara dengan yang lain.[9]

 
Teladan dan Ajaran St. Fransiskus

St. Fransiskus dari Assisi mendasarkan hidup persaudaraannya juga dalam Allah Trinitas, sesuai inspirasi Injil Kristus. Hal ini terlihat dari cara hidupnya yang secara totalitas digerakkan oleh Injil yang hidup. Menurut Fransiskus, Injil merupakan jalan menuju Kristus.[10] Di dalam Injil, termuat kebenaran iman yang menghantar setiap orang kepada jalan kebenaran dan keselamatan. Dalam kehidupannya, Fransiskus menginternalisasikan Injil dengan pertobatan dan mewartakan kabar gembira bagi semua orang yang dijumpainya. Dengan kata lain, Fransiskus memberitakan warta Injil kepada dunia di sekitarnya pada masa itu. Fransiskus mengajarkan bahwa Injil Yesus Kristus ialah satu-satunya "motor" penggerak hidup persaudaraan.[11] Hidup Injil Kristus dalam diri para saudaranya, terlihat paling nyata dalam setiap saudara yang mempersembahkan roti dan anggur (Tubuh dan Darah Kristus) dalam Perayaan Ekaristi Kudus.[12]
 

Kegembiraan Sejati

Kegembiraan sejati dalam hidup Fransiskus adalah kegembiraan yang bersumber dari Allah, sekalipun dalam situasi penderitaan dan kemalangan.[13] Menurut Fransiskus, penderitaan yang dialaminya bukanlah suatu hal yang menakutkan, melainkan menunjukkan sikap solidaritas nya atas penderitaan Yesus Kristus. Dalam hidupnya, Fransiskus selalu mengarahkan dirinya pada sukacita dalam Allah. Sukacita itu nampak dalam kesiapsediaan menerima kemungkinan yang buruk dalam hidup. Kegembiraan Fransiskus nampak lebih nyata justru saat ia sendiri melihat peristiwa kematian yang akan dialaminya, seperti yang diungkapkannya dalam Kidung Saudara Matahari. "Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena saudari kami maut badani, dari padanya tidak akan terluput insan hidup satu pun".[14]


Pengertian dan Nilai Hidup Persaudaraan Kapusin

Pengertian hidup persaudaraan dalam Kons. Cap, 2013 antara lain merupakan hidup sehati sejiwa dalam Kristus Yesus. Nilai hidup persaudaraan kapusin sebagai ragi persekutuan Gerejani, untuk saling mengasihi dan hidup yang sebagai teladan dan sanggup menguasai hawa nafsu. Tujuan dari semuanya itu ialah supaya hidup saudara kapusin menjadi pujian bagi Allah dan layak di hadapan manusia untuk saling mengasihi satu sama lain sebagai saudara sesama manusia di dunia fana ini.

 
Hidup Sehati dan Sejiwa dalam Kristus

Fransiskus, dalam Anggaran Dasar Tanpa Bula pasal 1, menekankan bahwa hidup Saudara-saudara Dina, pertama-tama, harus mengikuti teladan Yesus Kristus. Mengikuti teladan Kristus, berarti sanggup meninggalkan segala milik dan merelakan diri sendiri dijadikan alat oleh Tuhan (Luk 18:22; Mat 19:21). Hidup dalam Kristus berarti, harus sanggup mencintai musuh.[15]

Sejarah kekristenan menjelaskan bahwa komunitas apostolik hidup sehati dan sejiwa di dalam Kristus. Dengan saling berbagi, mengasihi, dan saling menguatkan, mereka menjunjung tinggi kesatuan dalam nama Kristus. Kesatuan komunitas apostolik itu merupakan bukti otentik akan karya Roh Kudus dalam cinta yang selalu memberi hidup kepada tubuh dan roh manusia.[16] Tubuh dan roh inilah, yang kemudian membawa manusia kepada perwujudan akan gambaran Allah tersebut. Gambaran Allah paling nyata ialah dalam diri Putera-Nya Yesus Kristus.[17] Fransiskus menghendaki hal yang serupa terjadi dalam persaudaraannya, yaitu supaya setiap saudaranya sanggup memancarkan cinta Kristus di tengah-tengah persaudaraan, lingkungan sekitar dan dengan semua makhluk hidup lainnya.[18]

Saling Mengasihi sebagai Saudara

Cinta kasih persaudaraan, dalam Ordo Kapusin, mesti diaktualisasikan dalam tindakan saling melayani. Pelayanan itu terutama mesti diberikan kepada setiap saudara yang sakit dan usia lanjut.[19] Dasar pelayanan itu adalah dari pelayanan Yesus sendiri, yang datang untuk melayani (Mat 20:28). Oleh karena itu, setiap saudara kapusin dituntut supaya sanggup memberi pelayanan seperti pelayanan Yesus, yang melayani di tengah-tengah orang miskin dan terpinggirkan.[20] Tindakan mengasihi merupakan aktualisasi konkret cinta dalam kata dan perbuatan itu sendiri. Maka di dalamnya terdapat relasi timbal-balik (resiprok) antar pribadi manusia. Sejalan dengan komunitas para murid (rasul), yang dengan saling berbagi dan tolong-menolong, demikian juga setiap manusia hendaknya agar saling mengasihi dan tolong-menolong dalam hidup bersaudara dan bermasyarakat di mana pun tinggal dan berada.

Hidup yang Memberi Teladan

Pada masa pertobatannya, Fransiskus sadar bahwa Roh Kuduslah yang menggerakkan dirinya. Pilihan dan ketegasannya untuk meyakini bahwa Bapa di surga sebagai Bapanya dan bukan Pietro Bernadone, adalah bukti gerakan Roh Kudus dalam hidupnya. Dengan telanjang di hadapan orang sekotanya, Fransiskus mengikuti Kristus yang telanjang di salib.[21] Dengan cara hidup yang keras, (mati raga, puasa dan doa), Fransiskus dihantar kepada kesatuan dengan Kristus, melalui stigmata yang ada pada tubuhnya.[22] Selain itu, bukti bahwa Fransiskus ingin bersatu dengan Kristus, juga nyata dalam hidupnya yang memilih untuk tinggal di tengah-tengah orang miskin.
 

Konteks Persaudaraan Kapusin
 

Persaudaraan dengan Semua Makhluk

Fransiskus dari Assisi memaknai hidupnya dengan merangkul seluruh makhluk hidup sebagai saudara dan saudarinya. Menurut dia, persaudaraan bukanlah hanya dibatasi oleh ikatan keluarga sedarah atau kenalan, melainkan mencakup seluruh dan di dalam semua. Itulah universalitas persaudaraan yang dipandang oleh Fransiskus dalam cara ia mencintai ciptaan dengan lemah lembut dan penuh kasih, sebab baginya, kebaikan dan kemuliaan Allah ada di dalam semua ciptaan.[23]

Fransiskus menghendaki agar semua pengikutnya tunduk kepada makhluk dan Pencipta-Nya. Kata "tunduk" di sini menunjukkan kerendahan hati dan ketaatan untuk mengabdi dan melayani ciptaan. Bagi Fransiskus, ketaatan kepada seluruh makhluk dan ciptaan adalah ketaatan kepada Dia yang mencipta. Sebab segala sesuatu yang tercipta menghadirkan Pencipta.[24] Fransiskus juga meyakini bahwa kebaikan dan kebenaran serta sukacita Allah, ada dalam setiap makhluk, dan inilah dasar dari persaudaraan Fransiskus dengan semua makhluk hidup.[25]

Persaudaraan dengan Alam

Kidung Saudara Matahari merupakan salah satu ungkapan kegembiraan sekaligus ajakan Fransiskus kepada semua elemen ciptaan untuk meluhurkan dan memuji setinggi-tingginya nama Allah. Kidung tersebut, pertama-tama ditampilkan pada elemen vital dari bumi, yakni tanah, air, udara dan api; selanjutnya pada elemen-elemen lainnya, seperti bulan dan bintang, juga ditambah dua bagian yang kodrati dalam kehidupan manusia yaitu perdamaian (kehidupan) dan kematian.[26] Hal semacam itulah sebagai suatu realitas hidup yang dihayati oleh Fransiskus dalam melihat persaudaraan dengan alam semesta ini. Inilah salah satu yang cukup nyata berperan dalam hubungan Fransiskus dengan Allah ialah alam semesta. Bersama alam semesta, Fransiskus menemukan Allah yang transenden dan tak kelihatan. Tumbuhan melambangkan kehidupan, air sebagai sumber kehidupan, tanah sebagai simbol keterbatasan manusia dan api sebagai cahaya cinta Allah, yang selalu menyala dan memberikan kehangatan. Fransiskus melihat empat unsur alam ini (tumbuhan, air, tanah dan api), sebagai bentuk kehadiran Allah yang nyata di tengah-tengah dunia.[27]

Dewasa ini, salah satu fakta menunjukkan bahwa alam semakin mengalami krisis ekologi; pencemaran air, tanah dan udara. Krisis ini pada dasarnya disebabkan oleh pihak-pihak yang berusaha mengeksploitasi alam dengan tidak memperhatikan ekosistem sekitarnya. Ini adalah keprihatinan masyarakat dunia. Akibatnya banyak negara di belahan dunia mengalami krisis dan permasalahan, seperti polusi udara, pemanasan global dan kelaparan. Tidak jarang paham kekristenan dibelokkan untuk mengeksploitasi alam. Ayat-ayat Kitab Suci dijadikan argumentasi dan dengannya alasan eksploitasi dirasionalisasi supaya tampak demi kepentingan masyarakat umum. Semua pandangan ini bukanlah jenis keyakinan yang dianut oleh Fransiskus Assisi. Menurut Fransiskus, menguasai alam ialah tunduk kepada alam, yakni dengan memelihara, merawat dan mencintai serta merangkulnya sebagai keluarga besar Allah yang patut dijaga dan lestarikan.[28]

Harmonisasi: Manusia, Alam dan Pencipta
 

Bumi merupakan suatu tempat kediaman bagi manusia dan segala jenis makhluk hidup biotik dan abiotik. Allah menciptakan manusia, pertama-tama bukan untuk kepentingan Allah sendiri, melainkan demi kepentingan manusia semata. Manusia diciptakan dan ditugaskan oleh Allah untuk memelihara dan merawat bumi, bukan sebaliknya menghancurkan dan merusak bumi. Oleh karena itu, pemahaman tentang eksploitasi dan kapitalisme[29] tidak bisa dibenarkan untuk dunia dewasa ini secara radikal. Perilaku yang diharapkan dari manusia adalah mengganti paham konsumsi dengan pengorbanan, pemborosan dengan semangat berbagi dan bergerak dari apa yang dibutuhkan oleh manusia menjadi apa yang dibutuhkan oleh alam dan Allah.[30] Keseluruhan itu mesti saling melengkapi agar tercapai suatu harmonisasi yang baik antara manusia dengan alam, dan relasi manusia dengan Allah.

Fransiskus, dalam nyanyian yang indah Kidung Saudara Matahari (Gita Sang Surya), mengajak segenap isi bumi untuk memuji dan memuliakan Allah. Dengan merawat dan menjaga alam, manusia turut ambil bagian dalam tugasnya masing-masing untuk mewujudkan damai di tengah-tengah dunia.[31] Dalam nyanyian Gita Sang Surya, Fransiskus melukiskan model kesatuan dan perdamaian yang berakar dari Allah. Setiap saudara diajak untuk mewujudkan damai di mana saat manusia mulai merasa kehilangan daya untuk hidup. Peristiwa kematian, bagi Fransiskus, adalah manifestasi lain dari kehadiran Tuhan, yang tidak bisa dihindari. Kematian menjadi "momen" untuk memuji dan memuliakan Allah sebagai awal dan akhir kehidupan manusia.[32]

 Penutup

Dunia dewasa ini, di tengah kemajuan teknologi yang serba canggih, di tuntut kepada setiap saudara kapusin untuk lebih menekankan sikap hidup bersaudara satu sama lain yang selalu setia melaksanakan tugas dan pelayanannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kecanggihan teknologi, yang menawarkan begitu banyak hal-hal positif, yang bersinggungan dengan pengalaman hidup bersaudara. Melalui jaringan internet (Email, Facebook, Twitter, WhatsApp dan lain-lain), manusia dengan mudah membangun relasi dengan orang lain di belahan dunia manapun. Setiap orang dapat berbagi rasa dan pengalaman tentang sesuatu peristiwa, baik peristiwa yang menggembirakan maupun yang menyedihkan. Di sisi lain, dampak "negatif"  dari kemajuan teknologi adalah kurangnya relasi yang intim antar individu-individu. Tidak jarang terjadi bahwa, relasi yang dibangun hanya sebatas simpati atau demi maksud yang tidak dapat dipertanggungjawabkan seperti provokasi, kekerasan dan pornografi.

Ada hal-hal yang ditawarkan oleh Kons. Cap. 2013 dalam mendasari dan mengerti arti persaudaraan adalah bahwa manusia harus sadar bahwa dirinya diciptakan oleh Pencipta yang sama. Setiap orang harus memiliki tanggungjawab untuk membagikan hidupnya kepada sesamanya dan tidak satu orang pun yang berhak mengambil hidup orang lain selain Allah. Sebagai warga Gereja rasa persaudaraan harus didasari dengan tindakan saling melayani, tolong-menolong dan berbagi sebagaimana yang telah dilakukan oleh Yesus dan para murid-Nya dalam sejarah dunia (Injil). Persaudaraan kapusin ditunjukkan dengan sikap pelayanaan penuh kasih, pengorbanan dan kesaksian hidup serta sikap saling menghargai perbedaan dengan cara berpikir, berefleksi dan bertindak. Penting juga disadari bahwa, setiap saudara tidak hidup dengan aturan dan caranya sendiri, melainkan harus hidup seturut model dan cara hidup Fransiskus dan Injil Kristus.

Keterlibatan saudara kapusin dalam memperkaya model-model hidup yang dibaktikan kepada Allah, Gereja dan dunia, terlihat dalam hidup dina, sederhana, dekat dengan orang miskin dan terpinggirkan. Hal tersebut juga dapat dilihat dalam karya kerasulan dan pengembangan iman umat, misalnya khotbah, katekese, dan misi pewartaan Sabda Allah di tengah-tengah orang yang tidak beriman. Kerasulan itu misalnya terdapat dalam; karya karitatif, pelayanan rumah sakit, pendidikan, rumah retret, konservasi alam dan pembelaan akan orang-orang yang lemah dan terpinggirkan melalui badan hukum. Seluruhnya itu merupakan bukti konkret dari perwujudan kasih Allah dalam Ordo Kapusin dan cita-cita umat kristen secara umum. Hingga sampai sekarang pelayanan persaudaraan semakin diaktualisasikan dan tetap berpedoman pada Kons. Cap. 2013.

 

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Bonaventura. Riwayat Hidup St. Fransiskus:Kisah Besar. Diterjemahkan dari Via di san Francesco d' Assisi. Legenda Maggiore. Diterjemahkan oleh Y. Wahyosudibyo, Jakarta: SEKAFI, 1990.

Eseer, Kajetan (ed.).  Karya-Karya Fransiskus dari Assisi (Judul asli: Dei Opuscula de Hl Franziskus von Assisi). Diterjemahkan oleh Leo L Ladjar. Jakarta: SEKAFI, 2001.

Groenen, C.  Pengantar ke dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1984.

Kisah Ketiga Sahabat: Riwayat Hidup Santo Fransiskus dari Assisi. (judul asli: Legenda Trium Sociorum). Diterjemahkan dan diberi catatan oleh Cletus Groenen. Jakarta: SEKAFI, 2000.

Konstitusi Saudara Dina Kapusin dan Ketetapan Kapitel General bersama Anggaran Dasar dan Wasiat Santo Fransiskus. Roma: Kuria General Kapusin, 2013.

Konsili Vatikan II.  "Konstitusi dogmatis tentang Gereja" (Lumen Gentium), dalam Dokumen Konsili Vatikan II. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI Obor, 1993.

Lanur, Alex. "Hidup Bersama Orang Lain". Dalam Orientasi Pustaka Filsafat dan Teologi. Yogyakarta: Kanisius,1980.

Marpaung, C. Manangar. Introduksi Spiritualitas Fransiskan: Spiritualitas Fransiskan dalam St. Fransiskus, Para Sahabat, dan Penulis Biografi. Jilid 1. Medan: Bina Media Perintis, 2008.

-------. Kaul Fransiskan: Menepati Injil Tuhan Kita Yesus Kristus, Kemurnian dalam Perkataan. Medan: Bina Media Perintis, 2008.

-------. Perbaikilah GerejaKu: Dimensi Reparatif Missi dan Kerasulan Fransiskan. Medan: Bina Media Perintis, 2009.

Mary, Reed Newland. Riwayat Hidup Para Kudus. (judul asli: The Saint Book). Diterjemahkan oleh J. Waskito. Medan: Bina Media Perintis, 2002.

Mochtar, Kustiniyanti. Semua Manusia Bersaudara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan PT. Gramedia, 1988.

Nainggolan, Togar -- Simamora, Serpulus T. Aktualisasi Spiritualitas Fransiskan. Medan: Bina Media Perintis, 2007.

---------. Kegembiraan Sejati. Medan: Bina Media Perintis, 2008.

Nothwerh, Dawn M. Teologi Fransiskan tentang Lingkungan Hidup, jilid 1 (judul asli: Franciscan Theology of The Environment), diterjemahkan oleh Penerbit Bina Media Perintis. Medan: Bina Media Perintis, 2008.

Paus Fransiskus. Ensiklik tentang Perawatan Rumah Kita Bersama (LAUDATO SI, mi' Signore).  Diterjemahkan oleh Martin Harun. Jakarta: Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), Anggota SEKSAMA (Sekretarian Bersama Penerbit Katolik Indonesia) -- Obor, 2015.

Persada, Syailendra -- Hidayat, Avit. "Ocehan Janggal Pembunuh Angeline". Dalam Tempo (Denpasar). Edisi 15-21 Juni 2015.

Pradja, S. Juhaya. Aliran-Aliran Filsafat dari Rasionalisme hingga Sekularisme. Bandung: Alva Gracia, 1987.

Saragi, S. Thomas. Spiritualitas Fransiskan: Mengikuti St. Fransiskus Assisi Dewasa Ini. [tanpa tempat, penerbit, dan tahun].

Talbot, John Michael dan Steve Rabey. Ajaran-Ajaran St. Fransiskus (judul asli: The Lessons of St. Francis). Medan: Bina Media Perintis, 2007.

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama
Post ADS 1
Post ADS 2